PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) memastikan bahwa kebijakan penghapusan tagihan utang UMKM tidak akan berdampak negatif pada kinerja keuangan perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh SVP Micro Business Development Division BRI, Dani Wildan, dalam sebuah diskusi virtual yang diadakan di Jakarta. Menurut Dani, kredit macet yang memenuhi syarat untuk dihapuskan tagihannya telah diwrite off dan dikeluarkan dari neraca keuangan perusahaan, sehingga tidak akan berdampak pada kinerja keuangan secara signifikan.
Dani juga menjelaskan bahwa UMKM yang memenuhi syarat untuk dihapuskan tagihannya harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain nilai pokok piutang macet maksimal Rp500 juta per debitur, usia hapus buku minimal 5 tahun, tidak dijaminkan atau diasuransikan, serta tidak ada agunan atau agunan yang tidak memungkinkan untuk dijual.
Hingga Januari 2025, BRI mencatat ada 59.690 debitur dengan sisa pinjaman Rp2,5 triliun yang sesuai dengan ketentuan PP 47/2024 dan siap untuk dihapuskan tagihannya. Sejumlah dana sekitar Rp2 triliun akan diajukan dalam mekanisme RUPST untuk proses penghapusan tagihan tersebut. Ini dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap perluasan nasabah yang memenuhi syarat jika ada perubahan kebijakan dari pemerintah. Dengan demikian, kinerja keuangan BRI tetap solid meskipun ada kebijakan penghapusan tagihan utang UMKM.