Pada Suatu masa di Surabaya, Tedjo Kusumo Santoso dan adik kandungnya terlibat dalam konflik yang melibatkan masalah rumah mereka. Tedjo merasa diusir dari rumah yang telah lama dia tinggali oleh adiknya, sehingga masalah ini akhirnya berujung pada pelaporan Tedjo ke polisi. Tedjo dilaporkan atas tuduhan masuk tanah orang lain secara tidak sah, yang diatur dalam pasal 167 KUHP. Namun, Tedjo balik melapor adiknya atas dugaan penggelapan uang senilai 400 juta rupiah.
Konflik ini semakin membesar ketika Tedjo mengadakan konferensi pers dan menuduh adiknya di media. Hal ini membuat adiknya merasa dirugikan dan meminta Tedjo untuk meminta maaf secara terbuka. Akhirnya, setelah melalui berbagai proses, Tedjo dan adiknya berdamai. Tedjo menandatangani kesepakatan damai dan meminta maaf secara terbuka untuk membersihkan nama adiknya dan mencabut tuduhan-tuduhan yang pernah ia sampaikan.
Kuasa hukum Tedjo menjelaskan bahwa rumah yang menjadi sengketa sejatinya adalah milik adik ipar Tedjo. Konflik ini kemudian membesar karena adanya pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari situasi tersebut. Tedjo yang sebenarnya orang baik, terbawa emosi dan mengambil langkah-langkah yang merugikan dirinya sendiri. Namun, akhirnya Tedjo setuju untuk meninggalkan aset rumah dan toko bangunan yang menjadi sengketa, sesuai kesepakatan damai. Kini, Tedjo dan adiknya siap untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan penuh kedamaian.