Pemeriksaan terkait laporan dugaan adanya arisan bodong di Kabupaten Bojonegoro terus berlanjut. Petugas kepolisian dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Bojonegoro telah meminta keterangan sejumlah korban.
Kasatreskrim Polres Bojonegoro AKP Fahmi Amarullah mengatakan, hingga saat ini pihaknya telah memeriksa sekitar 20 orang yang mengaku menjadi korban penipuan dan penggelapan yang berkedok arisan atau investasi bodong.
“Masih kita dalami, dari data yang disampaikan ada sekitar 20 orang yang mengaku jadi korban kita mintai keterangan,” ujarnya, Sabtu (6/4/2024).
Menurut Fahmi, dari hasil pemeriksaan sementara sebagian besar warga yang diduga menjadi korban sudah pernah mendapatkan arisan beberapa kali. “Jadi seperti ada yang pernah ikut 5 kali, 4 kali dapat 1 kali, tapi juga ada yang belum sama sekali,” tambahnya.
Sebelumnya, puluhan warga yang diduga menjadi korban arisan bodong, didampingi pengacaranya melaporkan owner arisan ke Mapolres Bojonegoro. Terlapor seorang perempuan berinisial ES beserta suaminya warga Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro.
Jumlah korban yang melaporkan ke Mapolres Bojonegoro itu sebanyak 26 orang. Salah seorang pelapor, Aditia asal Solo Jawa Tengah mengaku jumlah tersebut bisa bertambah. Selain dari Bojonegoro, mereka juga berasal dari berbagai daerah, seperti Tuban, Blora, Solo, Surabaya, Malang, bahkan TKW di luar negeri diantaranya Cina dan Hongkong.
“Pengelola arisan menyasar para TKW (pekerja migran Indonesia) yang berasal dari daerah Bojonegoro dan sekitarnya,” ujarnya.
Sementara, dari 26 korban yang bersedia membawa kasus ini ke jalur hukum, total kerugian mencapai Rp925 juta rupiah, setiap korban mengaku rugi antara Rp 4 juta hingga Rp230 juta.
Salah satu korban lain Hanny mengatakan, jika arisan ini menggunakan sistem menurun, atau yang dapat belakangan memperoleh keuntungan lebih besar, namun pada saat jatuh tempo uang arisan tersebut tak kunjung diberikan.
Saat ditagih pengelola arisan bersedia mencicil dengan nilai Rp100 hingga Rp500 ribu perbulan. Selain itu dia juga terus menghindar saat berusaha ditemui para member arisan. “Itu uang tabungan saya, tapi lebih kasihan para TKW yang peras keringan di luar negeri,” jelas Perempuan berhijab ini.
Sejumlah korban mengaku ikut arisan sejak tahun 2022, namun mulai tahun 2023 arisan sudah bermasalah. Sementara pihak pengelola dianggap tak mempunyai itikad baik sebelum kasus ini dilaporkan polisi. “Kita pengenya diselesaikan kekeluargaan, tapi dia (pengelola arisan) selalu sembunyi saat mau kita temui,” terang Hanny. [lus/ted]