REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Publik sepak bola dunia dibuat kaget oleh permainan menawan Timnas Indonesia U-23 melawan Korea Selatan semalam. Tim ‘Garuda Muda’ yang dikira cupu, ternyata malah suhu.
Skuad asuhan Shin Tae-yong ini unggul di segala hal, baik penguasaan bola, akurasi operan, hingga tembakan ke arah gawang. Ini paling tidak disebabkan oleh dua keunggulan unik yang dimiliki Timnas U-23.
Pertama, Timnas U-23 memiliki lebih banyak pemain yang berkarir di luar negeri [Justin Hubner, Pratama Arhan, Marselino Ferdinan, Rafael Struick, Nathan Tjao-A-On, dan Ivar Jenner], dibandingkan Korsel. Indonesia enam pemain, sementara Korea Selatan hanya empat.
Kedua, rata-rata usia skuad Indonesia lebih muda yaitu 20,69 tahun, dibandingkan dengan Korea Selatan yang memiliki rerata usia 21,47 tahun. Meski Tim lawan lebih dewasa dan matang, namun kecepatan dan semangat lebih besar dimiliki Timnas Indonesia.
Hasilnya, bisa kita lihat semalam. Sejak menit pertama, Indonesia langsung mengambil inisiatif menyerang. Hingga berbuah gol pertama dari Rafael Struick. Meski pada akhirnya Korea Selatan bisa menyamakan kedudukan sebelum adu penalti, namun pelatih Korsel Hwang Son Hong mengakui, ‘Garuda Muda’ bermain sangat indah.
Timnas Indonesia U-23 pun mampu mengukir sejarah. Karena untuk kali pertama sukses melaju ke semifinal Piala Asia U-23 tahun 2024. Kemenangan atas Korea Selatan lewat drama adu penalti 10-11 di babak perempat final Piala Asia U-23 2024, Jum’at [26/4/2024] dinihari WIB, di Stadion Abdullah Bin Khalifa, Doha, juga membuat Timnas Indonesia hanya butuh satu kemenangan lagi untuk tampil di pesta olahraga terakbar sejagat. Olimpiade Paris 2024.
Sepakbola menjadi olahraga paling populer di Indonesia. Semua anak, dari kalangan masyarakat mana pun sangat senang saat memainkan si kulit bundar.
Laga sepakbola apa pun di negeri ini, selalu ramai ditonton orang. Mulai dari pertandingan di Laga Kasta Tertinggi, hingga laga tingkat kampung [Tarkam] sekalipun tak pernah sepi penonton.
Karena itu, selain sangat spesial kemenangan Timnas U-23 semalam atas Korsel seolah membangunkan kembali mimpi kita untuk tampil di pentas dunia. Kemenangan atas Korsel membuat kesempatan Indonesia untuk tampil di ajang Olimpiade Paris 2024 tinggal selangkah lagi.
Ya, seperti dikatakan Ketum PSSI Erick Thohir saat diwawancarai Al-Jazera, bahwa dalam konteks sepakbola Indonesia saat ini adalah raksasa tidur [Sleeping Giant] yang sudah mulai bangun.
Karena menurut Erick Thohir, selain secara permainan sudah makin meningkat, juga karena sepakbola sudah membudaya di Indonesia. Potensi sepakbola di negeri begitu luar biasa.
Ini satu suara dengan temuan perusahaan riset multinasional Ipsos di tahun 2022, bahwa Indonesia memiliki jumlah penggemar sepakbola terbesar di dunia. Dari seluruh responden Indonesia, kata Ipsos, proporsi yang menyukai sepakbola mencapai 69 persen. Angka ini merupakan yang tertinggi dibanding puluhan negara lain yang disurvei.
Arab Saudi menyusul di urutan kedua lantaran memiliki 67 persen penggemar sepakbola. Posisinya diikuti oleh Uni Emirat Arab dengan 65 persen respondennya merupakan penggemar sepakbola. Sementara raksasa sepakbola Argentina dan Brazil justru jadi kelima dan keenam, karena masing-masing respondennya menyukai sepakbola sebanyak 51 persen dan 50 persen.
Dengan jumlah tersebut, bisa dibayangkan bagaimana seandainya dari sisi kualitas permainan Timnas Indonesia maupun kualitas Liga kian meningkat? Betapa besar potensi cuan maupun keuntungan lainnya untuk menopang kemajuan bangsa Indonesia.
Hebatnya, Indonesia juga masih unggul dari sisi penggemar dibandingkan dengan Britania Raya yang notabene saat ini menjadi negara dengan kualitas Liga Terbaik dan Tercuan di dunia. Pada tahun 2020 saja, EPL mampu berkontribusi terhadap pendapatan pajak sebesar 65,2 triliun rupiah. Beda jauh dengan Liga Indonesia yang baru berkontribusi sebesar 3 triliun saja.
Wajah Bangsa
Selain soal cuan, sepakbola saat ini ternyata juga merupakan bagian dari apa yang pernah disebut Bung Karno sebagai alat diplomasi dan kebanggaan suatu bangsa. Dari sudut pandang urusan dalam negeri, sepak bola bisa dilihat sebagai media healing atau pelipur lara sesaat di tengah kekisruhan ekonomi, sosial dan terutama politik.
Sepak bola bisa juga menyatukan sebuah bangsa secara kilat dari segala macam bentuk perselisihan. Banyak pemimpin bangsa yang tertolong oleh euphoria kemenangan timnasnya dalam ajang sepak bola internasional saat hendak menaikkan pamor dan popularitasnya.
Dari sudut pandang urusan luar negeri, sepakbola bisa menjadi duta dan alat promosi yang efektif evisien. Pecinta sepakbola pasti tahu Kroasia, negara ini muncul dari reruntuhan Perang Balkan. Lalu besar berkat sepakbola. Debut mereka di Piala dunia adalah di Perancis tahun 1998. Davor Suker dan Zvonimir Boban tampil sebagai bintang dan menginpirasi Kroasia untuk bangkit secara ekonomi.
Sama seperti Kroasia, Jepang, Korea Selatan, lalu terakhir Qatar juga perlahan meraih kebahagian ganda. Sukses sepakbola sekaligus sukses secara ekonomi.
Tidaklah berlebihan, jika kita katakan kemajuan sepakbola merupakan cerminan kemajuan suatu negara. Karena hampir semua negara maju di dunia memang juga mengalami kemajuan dari sisi sepakbolanya.
Ini wajar, karena kemajuan sepakbola juga mesti ditopang oleh infrastruktur yang mamadai. Sementara Infrastruktur yang memadai hanya dimungkinkan jika sebuah negara telah berkembang dan maju.
Inggris dan Jerman adalah dua negara dengan kemampuan membangun infrastruktur dan manajemen yang bermutu. Sehingga baik sepakbola maupun ekonominya juga sama-sama maju.
*Pegiat Literasi dan Sekretaris ASPROV PSSI DKI 2014-2017