Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyelidiki dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh tersangka Budi Said (BS) dalam kasus korupsi pembelian logam mulia emas tujuh ton PT Aneka Tambang (Antam). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengungkapkan bahwa timnya sedang mengembangkan kasus tersebut yang merugikan negara sebesar Rp 1,3 triliun.
Kuntadi menyatakan bahwa kasus Budi Said masih dalam pengembangan dan ada kemungkinan adanya TPPU. Tersangka Budi Said saat ini ditetapkan dengan sangkaan tindak pidana korupsi Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 UU Tipikor 31/1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Kasus ini juga melibatkan General Manager (GM) Antam Abdul Hadi Aviciena sebagai tersangka tambahan.
Namun, Budi Said menolak statusnya sebagai tersangka dan telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengacara Budi Said, Hotman Paris Hutapea, menyatakan bahwa penyitaan aset-aset Budi Said oleh penyidik Jampidsus tidak sah. Dia juga menilai penjeratan Budi Said sebagai bentuk kriminalisasi atas kasus perdata antara Budi Said dan PT Antam.
Hotman mengungkapkan bahwa kasus tersebut berawal dari transaksi jual-beli emas antara Budi Said dan PT Antam pada tahun 2018. Meskipun Budi Said membeli emas senilai Rp 3,59 triliun, namun dalam realisasinya dia hanya mendapatkan 5,9 ton emas dari total tujuh ton yang dibelinya. Sisa 1,1 ton emas menjadi tanggungan PT Antam untuk diserahkan kepada Budi Said.
Meskipun Mahkamah Agung telah memerintahkan PT Antam untuk menyerahkan sisa 1,1 ton emas kepada Budi Said, Kejagung tetap menganggap transaksi tersebut sebagai kasus korupsi. Direktur Penyidikan Kuntadi menegaskan bahwa langkah praperadilan yang dilakukan oleh Budi Said dan tim pengacaranya akan membuktikan proses hukum yang sah dalam penjeratan tersangka kasus tersebut. Kuntadi juga menyatakan bahwa mereka siap menghadapi praperadilan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.