Friday, November 15, 2024

Meningkatkan Transparansi Melalui Praktik Akuakultur Berkelanjutan dengan Sistem Ketertelusuran, Remote Sensing, dan Kode QR

Share

Jakarta, 23 Agustus 2024 — Dengan meningkatnya permintaan global terhadap makanan laut, akuakultur kini menjadi alternatif penting bagi perikanan tradisional dan sumber mata pencaharian bagi jutaan orang di seluruh dunia. Namun, praktik akuakultur yang tidak berkelanjutan dan eksploitasi berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, mengancam sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Tantangan ini, yang sering diabaikan, berpotensi mengancam keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan ekonomi.

Serupa dengan eksploitasi berlebihan dalam praktik perikanan tradisional, penggunaan sumber daya terbarukan—seperti tumbuhan, hewan, hutan, ikan, dan invertebrata laut—dapat melebihi kapasitas alam untuk pulih. Ancaman ini sebanding dengan polusi, spesies invasif, dan kerusakan habitat, serta berdampak pada ekonomi komunitas lokal (Britannica: N.D). Dampak ini tidak hanya memengaruhi populasi ikan tetapi juga sumber daya laut lainnya seperti rumput laut, garam laut, udang, dan kepiting, menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem dan kerugian ekonomi. Oleh karena itu, fokus pada budidaya rumput laut, udang, dan kepiting secara berkelanjutan sangat penting untuk melindungi sumber daya ini untuk generasi mendatang.

Sarah Harding, Kepala Sumber Daya Akuatik KOLTIVA, menjelaskan bahwa eksploitasi berlebihan dalam akuakultur dapat merusak keberlanjutan ekosistem laut. Beberapa dampak yang mungkin terjadi termasuk:

1. Panen Berlebih: Penebaran ikan dalam jumlah berlebihan di kolam atau tangki dapat menyebabkan penurunan populasi dengan cepat dan merusak kesehatan spesies yang dibudidayakan. Pemanenan yang terlalu sering tanpa memberikan waktu yang cukup untuk pertumbuhan dan reproduksi dapat mengurangi populasi dan menurunkan keragaman genetik.

2. Stres Lingkungan: Budidaya yang intensif dapat memberikan tekanan besar pada lingkungan, seperti polusi air dan perusakan habitat. Masalah ini berdampak pada kesehatan dan produktivitas spesies yang dibudidayakan.

3. Penyakit dan Kematian: Kepadatan penebaran yang tinggi serta stres akibat pemanenan berlebihan dapat meningkatkan kerentanan hewan terhadap penyakit, yang akhirnya dapat menambah tingkat kematian dan menurunkan produktivitas.

4. Pengurasan Sumber Daya: Permintaan tinggi terhadap spesies tertentu sering kali mendorong praktik yang tidak berkelanjutan. Fokus sering kali bergeser ke hasil jangka pendek daripada mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang.

Optimalisasi Akuakultur dengan Teknologi Ketertelusuran Modern

KOLTIVA berkomitmen untuk mentransformasi industri akuakultur dengan solusi teknologi yang meningkatkan transparansi, keberlanjutan, dan produktivitas. Dengan penerapan sistem ketertelusuran seperti KoltiTrace MIS, perusahaan dapat mengadopsi praktik berkelanjutan yang lebih transparan, melestarikan ekosistem, dan memaksimalkan manfaat ekologis serta ekonomi dari produksi akuakultur.

Kemajuan teknologi memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan akuakultur. Remote Sensing dan kode QR adalah alat penting yang memungkinkan pemantauan dan pengelolaan operasi akuakultur dengan lebih baik.

Remote Sensing

Remote Sensing melibatkan pengumpulan data dari kejauhan menggunakan sensor untuk menyediakan informasi komprehensif tentang berbagai sistem di Bumi. Teknologi ini mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik dengan memanfaatkan kondisi saat ini dan masa depan bumi kita (Earth Data: N.D). Dalam akuakultur, Remote Sensing memungkinkan pemantauan real-time, melakukan prediksi untuk pertumbuhan ikan, serta deteksi ledakan pertumbuhan alga berbahaya dan ancaman lingkungan sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan (MDPI: 2023).

Fariz Kukuh Harwinda, Manajer Portofolio Produk dan Keterlibatan KOLTIVA, menjelaskan bahwa fitur Remote Sensing dapat mengintegrasikan berbagai sumber data, termasuk zonasi pesisir pemerintah dan pemetaan plot. “Dengan menggabungkan data dari zonasi pemerintah dan zonasi pesisir ke dalam sistem KoltiTrace MIS, kami dapat menelusuri transaksi, mengidentifikasi asal-usul, profil produsen, dan memastikan kepatuhan dengan zonasi akuakultur pemerintah,” kata Kukuh.

Didi Adisaputro, Kepala Geospasial, Iklim, dan IOT KOLTIVA, menjelaskan bahwa teknologi Remote Sensing dapat memantau laut dan menghitung potensi produksi secara akurat. “Remote Sensing memungkinkan kami untuk memantau kolam dan mendeteksi hilangnya habitat. Teknologi ini juga dapat memantau kondisi di bawah air untuk melihat distribusi terumbu karang dan rumput laut,” tambah Didi.

Kode QR

Kode QR telah terbukti efektif dalam melacak peralatan, manajemen inventaris, dan memberikan informasi rinci kepada konsumen tentang produk hasil laut. Teknologi ini mendukung transparansi dan upaya advokasi terkait isu lingkungan dengan meningkatkan kemampuan ketertelusuran. Kukuh menyebutkan bahwa kode QR diterapkan dalam proyek akuakultur rumput laut dan udang di KOLTIVA. “Kode QR memfasilitasi transparansi dan akuntabilitas dalam praktik budidaya, dengan data yang dibatasi oleh batasan hukum dan memerlukan persetujuan dari pihak terkait,” ujarnya.

Dengan pengalaman lebih dari 10 tahun dalam mendukung perusahaan multinasional di lebih dari 61 negara, KOLTIVA terus berkomitmen untuk memenuhi beragam kebutuhan industri akuakultur. Dalam sektor sumber daya perairan atau aquatic resources, KOLTIVA mendukung klien dalam praktik akuakultur berkelanjutan di beberapa negara termasuk Indonesia, Filipina, dan Madagaskar dengan lebih dari 6.000 produsen dan 100 usaha kecil menengah yang terdaftar. Komitmen ini bertujuan untuk memastikan bahwa praktik bisnis yang bertanggung jawab dapat berjalan berdampingan dengan perkembangan bisnis dan penjagaan terhadap masa depan bumi.

Tentang KOLTIVA

Menawarkan teknologi yang berfokus pada kebutuhan manusia dan solusi lapangan yang mendigitalkan agribisnis serta membantu produsen kecil dalam praktik berkelanjutan dan sumber daya yang dapat ditelusuri, KOLTIVA diakui sebagai startup pertanian berkelanjutan dan rantai pasok ketertelusuran terkemuka asal Indonesia. Sebagai penyedia teknologi global, KOLTIVA membangun rantai pasok yang etis, transparan, dan berkelanjutan, membantu bisnis dalam memperkuat ketahanan dan transparansi mereka.

KOLTIVA telah membantu bisnis dan pemasok mereka mematuhi peraturan yang selalu berkembang dan tuntutan konsumen di seluruh dunia dengan solusi ketertelusuran. Beroperasi di lebih dari 61 negara dan didukung oleh jaringan 16 kantor dukungan pelanggan, KOLTIVA teguh dalam mendukung lebih dari 10.800 perusahaan dalam membangun rantai pasokan yang transparan dan kuat sekaligus memberdayakan lebih dari 1.400.000 produsen untuk meningkatkan pendapatan tahunan mereka. www.koltiva.com

Press release ini juga sudah tayang di VRITIMES

Baca Lainnya

Semua Berita