Profesor Doktor Nur Basuki Minarno SH M Hum, seorang Guru Besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, memberikan pandangannya mengenai pemanggilan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa oleh KPK di Polda Jatim. Khofifah dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang dibiayai oleh APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021-2022. Menurut Prof Basuki, pemanggilan gubernur sebagai saksi dalam kasus korupsi adalah hal yang biasa, mengingat gubernur memiliki kewenangan dalam pengelolaan keuangan daerah sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penyidikan KPK memerlukan keterangan dari berbagai sumber, termasuk saksi yang memiliki informasi langsung tentang peristiwa yang terjadi. Prof Basuki menegaskan bahwa pemeriksaan saksi ini penting untuk mengumpulkan informasi yang relevan dalam kasus korupsi dana hibah yang bersumber dari APBD Jawa Timur. Selain itu, ia menjelaskan bahwa dalam kasus hibah yang berasal dari APBD tersebut, eksekutif dan legislatif terlibat dalam perencanaan, penganggaran, dan penetapan APBD.
Terkait kasus ini, KPK telah menetapkan 21 tersangka, dengan rincian 4 penerima suap dan 17 pemberi suap. Prof Basuki menekankan bahwa siapa pun yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum harus bertanggung jawab, terutama jika perbuatannya menyebabkan kerugian bagi daerah. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Pakar Hukum Administrasi Universitas Airlangga, Emanuel Sujatmoko, yang menekankan pentingnya fakta hukum dalam menentukan apakah suatu peristiwa memiliki unsur pidana.
Proses hukum terhadap kasus tersebut sedang berlangsung, dan diharapkan semua pihak yang terlibat akan mentaati prosedur hukum yang berlaku, serta bekerja sama dengan penyidik untuk mengungkap kebenaran. Penyidikan tersebut diarahkan untuk menegakkan hukum dan menindak tindak korupsi demi keadilan dan kepentingan masyarakat.