Tempe merupakan makanan fermentasi tradisional yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Jawa. Dikenal dengan keunikan dan inovasinya, tempe berhasil membedakan dirinya dari olahan kedelai dari Tiongkok maupun Jepang. Sebagai makanan fermentasi khas Nusantara, tempe menjadi salah satu simbol kuliner Indonesia yang terkenal di seluruh dunia. Meski masih diperdebatkan oleh para peneliti, tempe diyakini telah dikenal dan diolah sejak berabad-abad yang lalu di tanah Jawa.
Sejarah tempe di Indonesia dapat ditelusuri melalui naskah kuno, Serat Centhini jilid 3, yang mengisahkan tentang pengembaraan seorang pemuda bernama Cebolang ke sebuah desa di Klaten, Jawa Tengah. Makanan khas seperti “Jae Santen Tempe” yang dihidangkan untuk Cebolang menunjukkan keberadaan tempe sudah sejak zaman dahulu. Tempe pertama kali dibuat dari kedelai hitam dan telah mengalami transformasi dalam hal bahan baku maupun pengolahannya selama lebih dari 400 tahun di Indonesia.
Dengan beragam teknik pembuatan dan bahan-bahan tambahan seperti kacang hijau, koro pedang, kecipir, kacang tanah, dan lain sebagainya, tempe kini memiliki banyak varian yang terkenal di Nusantara. Proses pembungkusan tempe juga mengalami perkembangan, mulai dari daun waru, jati, hingga pisang dan plastik. Produksi tempe di Indonesia melibatkan sekitar 150.000 unit usaha yang tersebar di seluruh provinsi, dan konsumsi tempe juga menyumbang sekitar 10% dari total asupan protein rakyat Indonesia.
Tempe tidak hanya dihargai di Indonesia, namun juga dikenal luas secara global dan diproduksi di lebih dari 20 negara. Keberadaannya sebagai warisan budaya dan kuliner yang beragam membuat tempe tetap menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia dalam menyantap makanan bergizi dan lezat.