Harga Bitcoin baru-baru ini mencapai rekor tinggi, mencapai USD 105 ribu atau sekitar Rp 1,7 miliar. Kenaikan ini dipicu oleh permintaan yang meningkat dari institusi besar, ketegangan politik global yang mereda, dan data inflasi AS yang menunjukkan penurunan. Menurut data terbaru dari Bureau of Labor Statistics (BLS), Indeks Harga Konsumen (CPI) AS untuk bulan April 2025 mencatatkan angka 2,3 persen secara tahunan, yang lebih rendah dari bulan Maret. Hal ini menandai inflasi terendah sejak Februari 2021 dan mengisyaratkan bahwa Federal Reserve (The Fed) mungkin akan mengurangi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, menyatakan bahwa penurunan inflasi di AS memberikan dampak positif bagi pasar kripto. Investor merasa lebih yakin bahwa kebijakan suku bunga tinggi dari The Fed akan segera berakhir dengan inflasi yang lebih rendah. Hal ini membuka peluang bagi dana yang sebelumnya tidak aktif untuk masuk ke aset-aset berisiko, termasuk Bitcoin. Selain faktor inflasi, permintaan Bitcoin juga didorong oleh partisipasi institusi besar di pasar kripto. Perusahaan-perusahaan di sektor finansial dan investasi berkontribusi hampir 36 persen dari total pembelian Bitcoin oleh bisnis, sementara perusahaan teknologi dan konsultan menyumbang 16,8 persen dan 16,5 persen secara berturut-turut.