Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang baru dicanangkan pemerintah diapresiasi sebagai langkah positif untuk meningkatkan gizi generasi mendatang. Namun, beberapa insiden keracunan makanan massal yang terjadi setelah peluncuran program tersebut menyoroti kekurangan dalam hal keamanan pangan. Keamanan pangan merupakan upaya yang bertujuan untuk memastikan makanan yang dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan. Setiap kali terjadi kasus keracunan makanan, perhatian masyarakat cenderung meningkat, namun rentan luntur setelah waktu tertentu. Seharusnya, keamanan pangan harus menjadi bagian dari pendidikan masyarakat secara formal, bukan hanya responsif terhadap kejadian tertentu.
Pentingnya keamanan pangan sudah diatur dalam regulasi nasional seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan. Namun, kesadaran akan keamanan pangan di kalangan masyarakat masih rendah. Negara-negara seperti Inggris dan Australia telah berhasil mengintegrasikan keamanan pangan ke dalam kurikulum sekolah untuk meningkatkan kesadaran kolektif. Di Indonesia, program seperti Klub POMPI dari BPOM memberikan upaya edukasi, tetapi belum menyentuh mainstream dalam sistem pendidikan nasional.
Kerugian akibat keracunan makanan tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga secara ekonomi. Integrasi pendidikan keamanan pangan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dengan demikian, generasi yang tumbuh akan menjadi konsumen yang bijak dan pelaku usaha yang bertanggung jawab. Dalam rangka menciptakan ketahanan pangan yang kuat, pendidikan keamanan pangan harus menjadi prioritas dalam kurikulum pendidikan nasional sebagai langkah preventif untuk mencegah kerugian dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Seperti disampaikan oleh FAO, “Food safety is everyone’s business.”