Dalam Kabupaten Pasuruan, dunia pendidikan nonformal tengah dihebohkan oleh kasus dugaan korupsi yang melibatkan Bayu Putra Subandi (BPS), Kepala PKBM Salafiyah Kejayan. Dalam sidang lanjutan di PN Tipikor Surabaya, BPS dengan sangat penuh penyesalan mengakui semua perbuatannya. Ia secara terbuka mengakui penyalahgunaan dana hibah operasional PKBM selama dua tahun, dimulai dari tahun 2021 hingga 2023, dengan menggunakan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif dan menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Tindakan tersebut dilakukannya tanpa tekanan dari siapapun, bahkan ia mengakui memberikan sebagian uang hasil korupsi kepada sejumlah oknum pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pasuruan.
Dalam keterangannya, BPS mengungkapkan bahwa dana korupsi tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pembangunan ruang kelas, pembelian tanah, dan kebutuhan pribadi lainnya. Audit yang dilakukan oleh tim ahli dari Inspektorat menunjukkan bahwa kerugian negara akibat korupsi yang dilakukannya mencapai Rp 1,95 miliar. Dugaan korupsi ini mencuat dan menjadi perhatian serius masyarakat Pasuruan, terutama dalam hal transparansi penggunaan dana hibah untuk pendidikan. Kasus ini mengingatkan pentingnya pengawasan ketat dari pemerintah terhadap pengelolaan bantuan pendidikan di wilayahnya. Hal ini merupakan momentum bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan dana bantuan pendidikan di wilayahnya.