Sunday, May 18, 2025

Hal Tak Lazim dalam Gugatan UU TNI: Perspektif Hakim MK

Share

Pada sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025, Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti permohonan uji formal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI. Menurut Enny, permohonan yang meminta Presiden, Badan Legislasi (Baleg), hingga DPR untuk membayar ganti rugi kepada negara senilai miliaran rupiah merupakan hal yang tidak lazim. Ia menegaskan bahwa permohonan tersebut mencari sesuatu yang bukan menjadi kewenangan Mahkamah dan tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku.

Enny menekankan pentingnya pemohon memahami kembali Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Dia menegaskan bahwa Mahkamah tidak memiliki wewenang untuk memaksa Presiden atau pihak lain seperti yang diminta oleh pemohon dalam permohonan mereka.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga menyoroti pentingnya pemohon memedomani hukum acara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Permohonan yang tidak memenuhi ketentuan hukum acara berpotensi tidak dapat diterima oleh Mahkamah.

Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Putera Batam Hidayatuddin serta mahasiswa Fakultas Teknik Informatika Politeknik Negeri Batam Respati Hadinata. Mereka meminta Mahkamah untuk menghukum pembayaran uang paksa kepada Presiden, anggota Badan Legislasi (Baleg), dan anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna pengesahan UU TNI.

Namun, Mahkamah memberikan waktu kepada pemohon selama dua pekan jika ingin memperbaiki permohonan mereka. Perbaikan permohonan dapat diterima oleh Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi paling lambat pada Kamis (22/5/2025).

Source link

Baca Lainnya

Semua Berita