Dalam perkembangan teknologi yang pesat, kehadiran robot humanoid mulai menarik perhatian di berbagai sektor industri. Contohnya adalah penggunaan robot humanoid LeadIn D1 di pabrik-pabrik di China, yang mampu melakukan tugas berat seperti mengangkat beban hingga 40 kilogram dan menangani material dalam proses produksi. Menurut pakar robotika dan kecerdasan buatan dari Universitas Airlangga, Yutika Amelia Effendi, meskipun robot humanoid dapat meningkatkan efisiensi di beberapa sektor, namun mereka tidak akan sepenuhnya menggantikan pekerjaan manusia. Menurut Yutika, robot humanoid dan AI bekerja kolaboratif dengan tenaga kerja manusia sebagai alat bantu untuk meningkatkan efisiensi, terutama dalam tugas berulang dan berisiko tinggi.
Yutika memprediksi bahwa pekerjaan dengan risiko tinggi dan repetitif kemungkinan besar akan tergantikan oleh robot humanoid, namun tugas-tugas yang membutuhkan kreativitas, empati, dan pengambilan keputusan kompleks tetap memerlukan peran manusia. Dengan melakukan upskilling dan mengembangkan keterampilan baru, pekerja manusia dapat tetap relevan dalam ekosistem industri yang semakin otomatis. Meskipun robot humanoid memiliki potensi teknologi yang besar, implementasinya di Indonesia masih menghadapi tantangan seperti ketimpangan digital dan kesiapan sumber daya manusia.
Yutika menjelaskan bahwa ketidakmerataan jaringan digital antarwilayah menjadi hambatan utama dalam adopsi teknologi robot humanoid secara menyeluruh. Selain itu, investasi awal yang tinggi juga menjadi kendala karena tidak semua perusahaan mampu berinvestasi dalam sistem ini. Literasi digital di kalangan remaja juga perlu ditingkatkan, terutama di sektor yang masih konvensional. Oleh karena itu, pelatihan intensif dan dukungan dari investor diperlukan agar integrasi teknologi robot humanoid dapat berjalan dengan optimal.