Pemerintah Indonesia akan menghapus sistem seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mulai tahun 2025, sebagai bagian dari reformasi kepegawaian sesuai Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023. Kebijakan ini merupakan respons terhadap masalah status dan kesejahteraan tenaga honorer yang belum teratasi sepenuhnya. Pemerintah mulai mengusulkan sistem seleksi ASN yang lebih terintegrasi, termasuk kontrak PPPK yang berlangsung hingga usia pensiun dan hak pensiun seperti PNS.
Namun, tidak semua tenaga honorer dapat diterima sebagai ASN dikarenakan formasi yang terbatas, sehingga wacana outsourcing muncul sebagai alternatif. Outsourcing dianggap efisien dalam pengelolaan anggaran karena biaya rekrutmen dan penggajian diatur oleh pihak ketiga. Namun, beberapa pihak tidak setuju dengan outsourcing karena minimnya jaminan kesejahteraan pekerja, ketidakpastian kerja, dan potensi penurunan kualitas layanan publik.
Penghapusan jalur PPPK langsung berdampak pada jutaan tenaga honorer yang sekarang harus bersaing dengan pelamar umum. Pemerintah menegaskan tidak akan melakukan PHK massal dan sedang menyiapkan skema transisi yang manusiawi. Perbaikan data ASN dan non-ASN juga menjadi prioritas, sementara implementasi outsourcing di lembaga pemerintah masih menimbulkan berbagai tantangan.
Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting dalam implementasi kebijakan ini. Evaluasi mendalam perlu dilakukan agar tidak terjadi penurunan mutu layanan publik akibat penghapusan PPPK. Sebagai kesimpulan, pemerintah harus selektif dalam menerapkan outsourcing dan menjaga kualitas pelayanan publik, terutama di sektor strategis seperti pendidikan dan kesehatan.