Menteri Komunikasi dan Digital (Menkominfo), Meutya Hafid, menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas) tidak dimaksudkan untuk membatasi akses internet anak-anak, melainkan untuk memandu mereka dalam menggunakan teknologi secara aman dan bertanggung jawab. Menurut Meutya, PP Tunas sama seperti belajar naik sepeda dengan roda bantu, yang membantu anak-anak memahami teknologi dengan baik. Proses penyusunan PP ini juga melibatkan partisipasi dari anak-anak dengan mendengarkan aspirasi dari 350 anak.
Meutya menekankan pentingnya melindungi anak-anak di era digital, mengingat data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jumlah kasus pornografi anak yang cukup tinggi, yang berdampak pada masa depan generasi muda Indonesia. Oleh karena itu, pada acara Sosialisasi dan Kampanye PP Tunas di Universitas Udayana (Unud), Bali, Meutya menegaskan komitmen negara dalam melindungi anak-anak.
PP Tunas mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk melaksanakan literasi digital dan melarang profilisasi anak untuk tujuan komersial. Universitas Udayana dipilih sebagai lokasi sosialisasi pertama setelah PP ini disahkan, agar dapat berdiskusi langsung dengan civitas akademika untuk memperoleh perspektif yang berharga terkait strategi komunikasi sosialisasi PP ini. Bali dipilih sebagai lokasi tersebut karena budaya kekeluargaannya yang erat diharapkan dapat menginspirasi provinsi lain dalam melindungi anak-anak di ruang digital.