Sunday, September 21, 2025

Penggelapan di Surabaya: Pleidoi Terdakwa dan Ranah Perdata

Share

Seorang terdakwa kasus penggelapan di Surabaya, Siti Hadijah, mengajukan pleidoi terhadap tuntutan penjara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tony Herlix SH MH selama satu tahun empat bulan. Dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu (9/4/2025), kuasa hukum Siti Hadijah menyatakan bahwa kasus yang menimpa kliennya sebenarnya merupakan masalah perdata, bukan pidana.

Pembelaan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Hendra Sasmita dan Anthonius Bambang, SH di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Ega Shaktiana. Mereka menjelaskan bahwa hubungan hukum antara Siti Hadijah dan pelapor adalah kerjasama permodalan yang didasarkan pada dasar hukum yang sah.

Menurut Hendra, Surat Perjanjian Kerja tertanggal 22 November 2021 menyatakan dengan jelas bahwa kerjasama tersebut dilakukan dengan itikad baik untuk kerjasama permodalan sejumlah Rp135 juta dengan keuntungan sebesar Rp13.500.000. Dia menegaskan bahwa kerjasama itu memenuhi syarat perjanjian sah seperti yang diatur dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata tentang kebebasan berkontrak.

Lebih lanjut, Hendra juga menyoroti bahwa Siti Hadijah telah membayarkan keuntungan sebesar Rp13.500.000 kepada saksi Akhmad Samsuri melalui Wawan Ariono, menunjukkan bahwa tidak ada niat jahat atau tindakan pidana yang dilakukan.

Dalam pledoi tersebut, Hendra juga merujuk pada beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung yang memperkuat argumen pembelaan, seperti Putusan MA Nomor Register: 325K/Pid/1985 dan 93K/Kr/1969 yang menyatakan bahwa sengketa hutang-piutang merupakan perkara perdata. Selain itu, Putusan Nomor: 1601 K/Pid/1990 juga menegaskan bahwa wanprestasi tidak bisa dijadikan dasar tuntutan pidana.

Siti Hadijah, Direktur CV FIRA KARYA, mendapat proyek pengadaan Belanja Habis Pakai (BHP) IV A dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember senilai Rp194.452.500. Karena keterbatasan modal, Siti meminjam dana Rp135 juta dari Akhmad Samsuri dengan perjanjian tertanggal 22 November 2021. Pinjaman tersebut disertai dengan bunga 10 persen dan masa pengembalian 30 hari kalender. Pembayaran bunga dilakukan lebih awal oleh Siti melalui Wawan Ariono dan telah diakui oleh saksi di persidangan pada 5 Maret 2025.

Pembelaan Hendra menguatkan bahwa Siti Hadijah telah bertindak dengan itikad baik dan selalu berupaya untuk memenuhi komitmen perjanjiannya. Ia juga menekankan bahwa dalam proses penyelesaian hutang-piutang, tidak ada tindakan pidana yang dilakukan oleh Siti Hadijah. Keseluruhan pledoi tersebut menegaskan bahwa kasus tersebut seharusnya diselesaikan dalam ranah perdata, bukan dihukum secara pidana.

Source link

Baca Lainnya

Semua Berita