Thursday, March 27, 2025

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon? Penemuan Menjanjikan

Share

Sebuah kisah menarik terdapat dalam kitab Hilyatul Awliya karya Ahmad bin ‘Abdillah al-Ashbahani mengenai seseorang dengan nama yang besar. Cerita ini melibatkan sepupu Rasulullah SAW, yaitu Sayidina Ali bin Abi Thalib, yang kehilangan baju besi kesayangannya. Beberapa waktu kemudian, Ali melihat baju besinya dijual oleh seorang pedagang Yahudi di pasar. Tanpa ragu, Ali menghadapi pedagang tersebut dan meminta penjelasan mengenai keberadaan baju besinya. Perdebatan pun tak terhindarkan dan akhirnya keduanya sepakat untuk membawa kasus ini ke hadapan Mahkamah Pengadilan.

Ketika dihadirkan di pengadilan, Syuraih menjadi hakim dalam sidang tersebut. Ali menyatakan bahwa baju besi yang terjatuh dari untanya adalah miliknya yang diambil oleh pedagang Yahudi tersebut. Namun, sang Yahudi dengan tegas membantah klaim Ali. Syuraih kemudian meminta dua saksi untuk membuktikan kepemilikan baju besi tersebut. Ali kemudian memanggil dua saksi, namun salah satu saksi ditolak oleh hakim. Ali tidak memiliki saksi lain kecuali anaknya, Hasan, namun Syuraih menolaknya. Akhirnya, Ali dengan tulus melepas baju besi kesayangannya karena tidak dapat membuktikan kepemilikannya dengan dua saksi yang dibutuhkan oleh hukum.

Kisah ini menunjukkan kedewasaan dan kebijaksanaan kedua belah pihak dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Hal ini memberikan pelajaran penting bagi kita untuk tidak menggunakan strategi yang tidak etis dalam menangani masalah, terutama dalam era digital seperti sekarang ini. Peristiwa yang terjadi saat itu kontras dengan perilaku yang sering terjadi di era post-truth dimana kebohongan dan kabar palsu seringkali digunakan untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, cerita tersebut dapat menjadi cermin bagi kita untuk menilai cara penyelesaian masalah dan strategi komunikasi yang digunakan saat ini.

Source link

Baca Lainnya

Semua Berita