Pejuang oposisi merayakan kejatuhan pemerintahan Suriah di Damaskus, mengakhiri dominasi Partai Baath setelah 61 tahun penuh kekerasan. Runtuhnya kekuasaan rezim Presiden Bashar al-Assad di ibu kota menyisakan kekosongan kekuasaan yang dimanfaatkan oleh ISIS. Menurut laporan dari surat kabar Inggris, The Times, kehadiran ISIS semakin mengintensifkan serangan di Suriah dan membuka peluang bagi kelompok tersebut untuk merencanakan serangan-serangan yang lebih dahsyat di masa depan.
Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, Jake Sullivan, secara tegas memperingatkan tentang bahaya kepulangan ISIS dan potensi kembalinya kekuatan mereka dalam memanfaatkan situasi yang kacau. Kelompok ini telah kembali muncul di Suriah selama setahun terakhir dengan melancarkan hampir 700 operasi, tiga kali lipat lebih banyak dari tahun sebelumnya.
ISIS masih memiliki sekitar 2.500 pejuang yang beroperasi di wilayah antara Suriah dan Irak, dan jumlah mereka terus bertambah karena usaha rekrutmen dan propaganda yang semakin masif. Mereka aktif terutama di Gurun Badiya bagian tengah dengan membentuk sel-sel tidur dan melakukan penyergapan. Kekhawatiran pun muncul atas potensi keruntuhan keamanan di Suriah yang dapat dimanfaatkan oleh ISIS untuk merencanakan serangan-serangan lebih besar di masa mendatang.