Malang (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang menahan 4 orang yang diduga terjerat kasus korupsi dengan modus kredit bank secara fiktif. Satu pelaku diketahui memegang jabatan mantan Kepala Kantor Unit Bank berplat merah di Kabupaten Malang.
“Empat tersangka kita periksa mulai pagi sampai malam ini, langsung kita tahan,” ungkap Kasintel Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang Deddy Agus Oktavianto, Kamis (29/8/11/2024) petang pada awak media diruang kerjanya.
Kata Deddy yang juga memangku jabatan Humas Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang itu, perkara yang dilakukan empat orang tersangka ini terkait penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan penyaluran Kredit Usaha Pedesaan Rakyat atau KUPRA pada salah satu bank berplat merah sejak tahun 2021 sampai tahun 2024.
Keempat tersangka itu seluruh warga Kabupaten Malang berinisial YW (mantan kepala unit bank), IPS (mantri), AIW dan ES (keduanya calo).
Modus operandi yang dilakukan, mantri dan calo ini mencari debitur fiktif untuk menerima pencairan KUR dengan platform biaya dari Bank pemerintah dengan nilai Rp 50 juta sampai dengan Rp 200 juta.
“Tersangka IPS selaku pemrakarsa kredit atau mantri sepakat mengusulkan calon debitur pada pemutus kredit. Yang calon debiturnya melalui pihak ketiga atau calo. Melalui calo mereka menyiapkan dokumen untuk dapat KUR dan kerjasama dengan pihak bank tanpa mengedepankan asaz 5C agar tidak terjadi kebocoran dana KUR maupun KUPRA,” tegasnya.
Kata Deddy, setelah data pemohon KUR fiktif yang dibawa calo dan mantri ini diajukan ke bank, justru tidak dilakukan verifikasi dan validasi oleh tersangka YW.
“Dan ternyata data maupun dokumen yang dibawa calo ini juga palsu. Kemudian korban yang nama dan dokumennya dipinjam pelaku untuk diajukan KUR, ternyata tidak pernah menerima platform pinjaman KUR. Hanya diberi uang Rp 500 ribu sampai Rp 2,5 juta saja. Jadi dari 93 debitur yang diajukan tersangka dokumennya palsu,” ujarnya.
Deddy melanjutkan, kasus ini terungkap atas laporan masyarakat bahwa korban mengaku hanya dipinjam KTP dan dokumennya oleh tersangka. Kemudian tidak pernah mendapatkan platform kredit KUR maupun KUPRA namun ada tagihan dari bank pemerintah pada korban.
“Dari sini kita lakukan penelusuran, kita selidiki dan berhasil menangkap para pelakunya. Berdasarkan hasil penghitungan atau audit terdapat kerugian negara sebanyak Rp 4,4 Milyar. Jadi banyak debitur yang namanya hanya dipakai oleh pelaku,” pungkas Deddy. (yog/but)