Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Majelis Hakim Letkol Chk Arif Sudibya, SH, MH, meminta secara tegas kepada oditur Letkol Yadi untuk mencantumkan permohonan restitusi (ganti rugi) dalam tuntutan terhadap terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra.
Permintaan ini disampaikan dalam sidang di Pengadilan Militer Surabaya pada Selasa (26/11/2024).
Sidang yang seharusnya mengagendakan pembelaan (pledoi) atas tuntutan delapan bulan yang diajukan oditur pada pekan lalu terpaksa ditunda.
Penundaan dilakukan untuk memberikan waktu kepada oditur merevisi tuntutannya agar sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022.
Hakim Dorong Kepatuhan pada Perma 1 Tahun 2022
“Sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2022, permohonan ganti rugi atau restitusi wajib dicantumkan dalam tuntutan. Oleh karena itu, kami memberikan kesempatan kepada oditur untuk merevisi tuntutan dengan mencantumkan restitusi,” ujar Letkol Chk Arif Sudibya, SH, MH.
Majelis Hakim juga menekankan bahwa proses sidang perkara pidana akan dilanjutkan setelah urusan keperdataan, dalam hal ini ganti rugi, diselesaikan. Selain itu, hakim meminta kuasa hukum pemohon restitusi untuk menghadirkan bukti asli terkait kompensasi dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 2 Desember 2024.
“Untuk tim kuasa hukum, harap membawa bukti asli terkait permohonan kompensasi yang diajukan,” tegas Letkol Chk Arif Sudibya.
Korban Dukung Keputusan Majelis Hakim
Mahendra Suhartono, kuasa hukum dari dokter Mae’dy yang menjadi korban dalam kasus ini, mengapresiasi langkah majelis hakim yang meminta revisi tuntutan oditur. Menurutnya, keputusan tersebut mencerminkan perhatian terhadap kepentingan korban.
“Kami mengapresiasi kebijakan hakim yang menggunakan hati nurani dalam mengadili perkara ini. Permohonan restitusi ini sangat penting karena klien kami mengalami kerugian fisik, psikis, dan materi yang signifikan,” ujar Mahendra.
Mahendra menjelaskan, restitusi diajukan untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan korban, seperti pengobatan medis, konsultasi psikologis, transportasi, dan biaya lainnya selama proses hukum berlangsung. Permohonan tersebut juga mencakup biaya yang diperkirakan akan muncul di masa depan, termasuk perawatan psikologis bagi korban dan anak-anaknya.
Restitusi Sebagai Hak Korban
Menurut Mahendra, permohonan restitusi telah didukung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Hasil perhitungan dari LPSK juga mempertimbangkan biaya jangka panjang yang akan diperlukan untuk pemulihan korban dan keluarganya,” tambahnya.
Ia berharap restitusi yang diajukan dapat membantu korban memulihkan kondisi kesehatan fisik dan mental, terutama karena dokter Mae’dy saat ini menjadi tulang punggung keluarga. “Kami mengucapkan terima kasih kepada LPSK yang terus mengawal proses ini. Kami berharap restitusi dikabulkan oleh majelis hakim,” tutup Mahendra. (ted)