Surabaya (beritajatim.com) – Aliansi Korban PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) terus memperjuangkan hak mereka yang sampai saat ini masih belum terselesaikan. Sudah lima tahun kasus ini berjalan, namun belum ada penyelesaian terhadap para korban yang mengalami kerugian hingga Rp15 triliun tersebut.
Polisi sendiri telah menetapkan pemilik PT. Asuransi Adisarana Wanaartha, Evelina Pietruschka, Manfred Pietruschka, serta Rezanantha Fadil Pietruschka, sebagai tersangka, tapi mereka masih belum ditangkap.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Prof. PDr. Muhammad Mufti Mubarok mengungkapkan bahwa kasus Wanaartha masuk kategori ekstra ordinary.
“Sedang kita tangani secara serius. Karena kasus ini agak beratlah. Yang penting ini akan kita bawa ke DPR. Sehingga kasus ini bisa seperti kasus-kasus lain, diselesaikan secara kelembagaan, eksekutif, legislatif, suanya terlibat,” tutur Mufti, Sabtu (23/11/2024).
Diharapkan, kasus tersebut bisa terselesaikan pada 2025. Mufti menyampaikan, penyelesaIan tidak hanya dengan kekuatan hukum, namun juga kekuatan politik. Menurutnya, pengembalian uang nasabah yang hanya 1,5 persen, sangat tidak layak.
Pandangan lain diutarakan oleh Prof. Dr. Firman Wijaya, Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi. Rancangan undang-undang perampasan aset harus diprioritaskan.
“Bisa dikawinkan undang-undang pencucian uang dan perampasan aset. Proses peradilan kemarin, membuat korban Wanaartha kecewa dengan putusan hakim. Setelah proses yang panjang (9 bulan) itu, masak hakim menyatakan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard),” tutur Prof Firman.
Prof Firman menegaskan bahwa keputusan tidak diterimanya gugatan nasabah terhadap PT. Asuransi Adisarana Wanaartha karena mengandung cacat formil, bisa menyebabkan demoralisasi proses penegakan hukum.
“Jangan persoalan Wanaartha itu dilakukan pendangkalan proses. Hanya melihat dokumen, kemudian seolah-olah tidak ada apa-apa. Putusan NO itu merusak nalar,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Pemegang Polis Wanaartha, Johanes Buntoro Fistanio, menyampaikan bahwa dengan adanya pemerintahan dan legislatif yang baru, diharapkan bisa lebih peduli dengan ribuan korban asuransi tersebut.
“Kasus ini sudah cukup lama. Hampir 5 tahun. Korbannya ada yang sampai sakit, bahkan sudah ada yang meninggal. Kami berharap kasus ini cepat selesai,” ungkapnya.
Johanes yang baru saja ditunjuk menjadi salah satu pengurus DPW Badan Persaudaraan Antar Iman (BERANI) Jatim, mengungkapkan bahwa dengan bergabungnya ia di organisasi sayap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), bisa memudahkannya berkomunikasi dengan legislatif maupun eksekutif.
“PKB ini cukup mumpuni untuk kemasyarakatan dan keadilan. Memberikan kepada masyarakat ini yang terbaik, dengan melindungi harkat dan martabat masyarakat,” ujarnya.
Perlu diketahui, Interpol telah memberikan red notice terhadap tiga tersangka pemilik saham Wanaartha. Ketiganya kini dikabarkan tinggal di Amerika. Namun, hingga saat ini belum ada action dari aparat terkait. [uci/suf]