Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi hingga kini menjadi peninggalan sejarah yang signifikan sekaligus pusat kebudayaan yang mencerminkan berbagai aspek kehidupan sosial hingga religius. Menyimpan berbagai nilai sejarah, tak heran jika lokasi ini menjadi titik peradaban tertinggi di Indonesia. Berdiri di atas rawa, kanal gunung, bentang alam di Kabupaten Muaro Jambi, candi ini kini bertransformasi menjadi pusat ilmu pengetahuan dan destinasi spiritual yang inklusif, berkat upaya revitalisasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan yang telah diresmikan bulan lalu.
Tak hanya unsur pendidikan dan kebudayaan, pangan di wilayah tersebut ternyata menyimpan berjuta potensi. Merayakan keanekaragaman hayati pangan dari bentang alam lahan basah, Dirjen Kebudayaan menggandeng Javara dan Seniman Pangan memperkaya kembali nilai-nilai historis serta budaya yang telah dilestarikan selama berabad-abad lewat warisan gastronomi dari daerah sekitar Candi yang berusia lebih dari 1300 tahun tersebut.
Lewat inisiatif ini, pelestarian makanan lokal diharapkan mampu memelihara warisan budaya sekaligus menawarkan pengalaman menarik bagi para pengunjung. Agus Widiatmoko – Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Jambi mengatakan “Sejak awal, langkah revitalisasi yang dilakukan tidak hanya fokus pada pemugaran fisik untuk mengembalikan keagungan arsitektur candi tetapi juga memelihara dan memperkaya budaya yang telah dilestarikan selama berabad-abad. Melalui kolaborasi erat dengan masyarakat lokal, kami ingin menghidupkan kembali tradisi spiritual dan pendidikan yang kaya, sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar dalam menjaga keberlanjutan warisan budaya yang tak ternilai. Dengan begitu, pengunjung yang hadir tidak hanya datang untuk melihat keindahan candi tetapi juga bisa merasakan pengalaman gastronomi yang menarik.”
Jambi sendiri menyimpan banyak tanaman pangan hingga membuat masyarakatnya tidak lagi mengimpor makanan. Hal ini yang membuat kuliner Jambi mampu dimanfaatkan secara maksimal, baik dalam bentuk makanan sehari-hari, obat-obatan, hingga minuman.
Helianti Hilman – Pendiri Javara mengatakan, “Dari warisan leluhur, Jambi menyimpan ragam kekayaan yang mampu dimanfaatkan. Jamuan Muaro Jambi sendiri didasarkan pada karakter bentang alam dan keselarasan hidup dengan alam. Lewat edukasi, warga desa senantiasa dilatih menyediakan gastronomi lewat keanekaragaman yang ada. Ke depan, kami berharap para pengunjung bisa merasakan pengalaman dan cerita rasa dari kawasan Candi.”
Didatangkan dari 8 desa di Jambi, berikut keunikan kuliner berbasis tiga ekosistem utama di dekat Muara Jambi:
a. Makanan berbasis Rawa
Sebagai wilayah yang terdiri dari lahan basah, rawa di Jambi menjadi sumber daya alam yang penting untuk menyediakan produk makan, salah satunya belut. Daging belut yang hidup di rawa sendiri memiliki tinggi kadar protein dan mampu menjaga kesehatan mata hingga mencegah anemia. Di Muaro Jambi, ikan belut biasanya dimasak menjadi olahan rempah ratus belut dengan bumbu tradisional yang sebelumnya diolah melalui proses pembakaran dan dimasak dengan ratusan rempah. Uniknya, rempah disini berupa bumbu dan daun daunan yang terdiri dari 120 jenis dedaunan yang tentunya mempunyai khasiat tersendiri.
Adapun untuk minumannya berupa air secang. Minuman berwarna merah ini dibuat menggunakan isi terdalam dari batang sepang yang kemudian diserut kecil-kecil. Untuk penyajiannya, cukup tambahkan gula batu dan biji selasih. Sebagai minuman khas dari zaman nenek moyang, minuman ini berkhasiat menurunkan panas dalam, melancarkan pencernaan, hingga menolak dari serangan racun.
b. Makanan berbasis sungai
Selain sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya, sungai di Jambi turut menjadi habitat bagi spesies ikan untuk bisa dinikmati. Beberapa ikan khas Jambi antara lain ikan ruwan (gabus) serta ikan mudik. Sebagai ikan yang hidup di di sungai, nilai gizi dan rasa khas daging ikan ruwan nyatanya lebih gurih dan manis. Adapun pengolahan ikan ruwan bisa dimasak dengan berbagai ragam antara lain dibakar, disenggung, digulai, dan digoreng. Beberapa manfaat dan khasiat utama dari daging ikan ruwan ini yaitu menyembuhkan luka setelah operasi, melancarkan peredaran darah, mendukung pertumbuhan otak pada anak dan dewasa dan mengatasi gejala gizi buruk.
Selain ikan ruwan, terdapat ikan mudik yang terdiri dari berbagai macam, seperti ikan seluang, ikan bajubang, ikan lambak, ikan ringo, ikan barengit, ikan susur batang dan banyak lagi. Adapun alasan dinamakan ikan mudik, yakni sesuai dengan proses perjalanan panjang mereka baik sebelum banjir hingga saat banjir. Karena keberadaannya yang melimpah, ikan ini banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai lauk yang diolah menjadi kerupuk ikan, tempek ikan, bakasam ikan, rusip ikan, bakso ikan, hingga pempek ikan. Ikan-ikan tersebut sangat kaya akan protein.
c. Makanan berbasis hutan
Selain rawa dan sungai, hutan yang masih asri di Jambi senantiasa menyediakan berbagai sumber daya hingga mampu menghasilkan berbagai tanaman yang bermanfaat. Beberapa makanan khas yang tersedia antara lain gula enau (aren), cuka no (cuka dari nira enau), hingga daun-daun aromatik yang dipakai sebagai sayur rempah ratus belut.
Sebagai pemanis pada minuman, gula enau dibuat dari air nira aren yang dimasakan menggunakan tungku api. Beberapa khasiatnya yakni untuk mengobati panas dalam hingga melancarkan pencernaan. Adapun cuko no yang digunakan sebagai tambahan asam pada sambal. Beberapa manfaatnya seperti mengecilkan perut, menambah selera makan, hingga kesehatan rahim wanita. Cara mengkonsumsinya bisa menggunakan ikan panggang yang kemudian dicolet ke dalam cuka tersebut.
Semua jenis makanan dan minuman senantiasa mengedepankan kearifan untuk menjaga nutrisi. Salah satu contohnya tetap memakai proses tumbuk beras agar nilai protein terjaga. Jadi, jangan sampai melewatkan kesempatan untuk menjelajahi keindahan dan kekayaan budaya Muaro Jambi. Nikmati sejarah peradaban Indonesia yang kaya sambil mencicipi kuliner khas yang unik dan lezat.